IBADAH AQIQAH
Aqiqah merupakan ibadah yang syarat dengan Tauhid. Karena sesembelihan hanya diperuntukkan kepada Allah Ta’ala. Membangun generasi yang islami bisa diawali dengan menanamkan nilai – nilai tauhid uluhiyyah kepada sang buah hati. Sembelihan yang diperuntukkan kepada Allah ta’ala, ini merupakan bentuk ibadah yang berhubungan dengan uluhiyyah.
Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.25-26,
mengatakan bahwa : Imam Jauhari berkata : Aqiqoh ialah “Menyembelih hewan pada
hari ketujuhnya dan mencukur rambutnya.” Selanjutnya Ibnu Qayyim rahimahullah
berkata :
“Dari
penjelasan ini jelaslah bahwa Aqiqoh itu disebut demikian karena mengandung dua
unsur diatas dan ini lebih utama.”
Imam
Ahmad rahimahullah dan jumhur ulama berpendapat bahwa apabila ditinjau dari
segi syar’i maka yang dimaksud dengan Aqiqah adalah makna berkurban atau
menyembelih (An-Nasikah).
DALIL-DALIL SYAR’I TENTANG AQIQAH
Dalil
tentang Aqiqah dibawah ini merupakan dalil yang shohih. Bisa jadi refrensi atau
rujukan anda dalam melaksanakan ibadah Aqikah. Ada enam hadist yang tertera
dibawah ini.
Hadist Aqiqah No.1 :
Dari
Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasulullah bersabda : “Aqiqah
dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah
semua gangguan darinya.” [Shahih Hadits Riwayat Bukhari (5472), untuk lebih
lengkapnya lihat Fathul Bari (9/590-592), dan Irwaul Ghalil (1171), Syaikh
Albani]
Makna
menghilangkan gangguan adalah mencukur rambut bayi atau menghilangkan semua
gangguan yang ada [Fathul Bari (9/593) dan Nailul Authar (5/35), Cetakan Darul
Kutub Al-‘Ilmiyah, pent]
Hadist Aqiqah No.2 :
Dari
Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi
tergadaikan dengan Aqikahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan
(kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” [Shahih, Hadits Riwayat Abu
Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18,
22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya]
Hadist No.3 :
Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki di Aqiqah i
dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” [Shahih, Hadits
Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163), dengan
sanad hasan]
Hadist No.4 :
Dari Ibnu Abbas bahwasannya Rasulullah bersabda : “MenAqikahi Hasan dan Husain
dengan satu kambing dan satu kambing.” [HR Abu Dawud (2841) Ibnu Jarud dalam
kitab al-Muntaqa (912) Thabrani (11/316) dengan sanadnya shahih sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Daqiqiel ‘Ied]
Hadist No.5 :
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah bersabda :
“Barangsiapa diantara kalian yang ingin menyembelih (kambing) karena kelahiran
bayi maka hendaklah ia lakukan untuk laki-laki dua kambing yang sama dan untuk
perempuan satu kambing.” [Sanadnya Hasan, Hadits Riwayat Abu Dawud (2843),
Nasa’I (7/162-163), Ahmad (2286, 3176) dan Abdur Razaq (4/330), dan shahihkan
oleh al-Hakim (4/238)]
Hadist Aqikah No.6 :
Dari
Fatimah binti Muhammad ketika melahirkan Hasan, dia berkata : Rasulullah
bersabda : “Cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang
miskin seberat timbangan rambutnya.” [Sanadnya Hasan, Hadits iwayat Ahmad
(6/390), Thabrani dalam “Mu’jamul Kabir” 1/121/2, dan al-Baihaqi (9/304) dari
Syuraiq dari Abdillah bin Muhammad bin Uqoil]
Dari
dalil-dalil yang diterangkan di atas maka dapat diambil hukum-hukum mengenai
seputar Aqiqah dan hal ini dicontohkan oleh Rasulullah para sahabat serta para
ulama salafus sholih.
HUKUM-HUKUM SEPUTAR AQIQAH.
Hukum
Aqiqah menurut jumhur ( kebanyakan ulama ) adalah sunnah muakkad. Sunnah muakkadah adalah
sunnah yang diutamakan. Sedangkan sebagian ada yang pada tingkatan
mewajibkannya. Mengingat begitu pentingnya ibadah aqiqoh.
Al-Allamah
Imam Asy-Syaukhani rahimahullah berkata dalam Nailul Authar (6/213) : “Jumhur
ulama berdalil atas sunnahnya Aqikah dengan hadist Nabi : “….berdasarkan hadist
no.5 dari ‘Amir bin Syu’aib.”
BANTAHAN TERHADAP ORANG YANG MENGINGKARI DAN
MEMBID’AHKAN AQIQAH
Ibnul
Mundzir rahimahullah membantah mereka dengan mengatakan bahwa : “Orang-orang
‘Aqlaniyyun (orang-orang yang mengukur kebenaran dengan akalnya, saat ini
seperti sekelompok orang yang menamakan sebagai kaum Islam Liberal, pen)
mengingkari sunnahnya Aqikah, pendapat mereka ini jelas menyimpang jauh dari
hadist-hadist yang tsabit (shahih) dari Rasulullah karena berdalih dengan
hujjah yang lebih lemah dari sarang laba-laba.” [Sebagaimana dinukil oleh Ibnu
Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud”
hal.20, dan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam “Fathul Bari” (9/588)].
WAKTU AQIQAH PADA HARI KETUJUH
Berdasarkan
hadist no.2 dari Samurah bin Jundab. Para ulama berpendapat dan sepakat bahwa
waktu Aqiqah yang paling utama adalah hari ketujuh dari hari kelahirannya.
Namun mereka berselisih pendapat tentang bolehnya melaksanakan Aqikah sebelum
hari ketujuh atau sesudahnya. Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam
kitabnya “Fathul Bari” (9/594) :.
“Sabda
Rasulullah pada perkataan ‘pada hari ketujuh kelahirannya’ (hadist no.2), ini
sebagai dalil bagi orang yang berpendapat bahwa waktu Aqikah itu adanya pada
hari ketujuh dan orang yang melaksanakannya sebelum hari ketujuhberarti tidak
melaksanakan Aqikah tepat pada waktunya. bahwasannya syariat Aqiqah akan gugur
setelah lewat hari ketujuh. Dan ini merupakan pendapat Imam Malik. Beliau
berkata : “Kalau bayi itu meninggal sebelum hari ketujuh maka gugurlah sunnah
Aqikah bagi kedua orang tuanya.”
WAKTU AQIQAH PADA HARI KETUJUH
Sebagian
membolehkan melaksanakannya sebelum hari ketujuh. Pendapat ini dinukil dari Ibnu
Qayyim al-Jauziyah dalam kitabnya “Tuhfatul Maudud” hal.35. Sebagian lagi
berpendapat boleh dilaksanakan setelah hari ketujuh. Pendapat ini dinukil dari
Ibnu Hazm dalam kitabnya “al-Muhalla” 7/527.
Sebagian
ulama lainnya membatasi waktu pada
hari ketujuh dari hari kelahirannya. Jika tidak bisa melaksanakannya pada hari
ketujuh maka boleh pada hari ke-14, jika tidak bisa boleh dikerjakan pada hari
ke-21. Berdalil dari riwayat Thabrani dalm kitab “As-Shagir” (1/256) dari
Ismail bin Muslim dari Qatadah dari Abdullah bin Buraidah :
“Kurban
untuk pelaksanaan Aqikah, dilaksanakan pada hari ketujuh atau hari ke-14 atau
hari ke-21.” [Penulis berkata : “Dia (Ismail) seorang rawi yang lemah karena
jelek hafalannya, seperti dikatakan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam ‘Fathul
Bari’ (9/594).” Dan dijelaskan pula tentang kedhaifannya bahkan hadist ini
mungkar dan mudraj].
AQIQAH UNTUK ANAKLAKI-LAKI DUA KAMBING DAN PEREMPUAN SATU KAMBING
Berdasarkan
hadist no.3 dan no.5 dari Aisyah dan ‘Amr bin Syu’aib. “Setelah menyebutkan dua
hadist diatas, al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam “Fathul Bari” (9/592) :
“Semua hadist yang semakna dengan ini menjadi hujjah bagi jumhur ulama dalam
membedakan antara bayi laki-laki dan bayi perempuan dalam masalah Aqikah.”
Imam
Ash-Shan’ani rahimahullah dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1427) mengomentari
hadist Aisyah tersebut diatas dengan perkataannya : “Hadist ini menunjukkan
bahwa jumlah kambing yang disembelih untuk bayi perempuan ialah setengah dari
bayi laki-laki.”
Al-‘Allamah
Shiddiq Hasan Khan rahimahullah dalam kitabnya “Raudhatun Nadiyyah” (2/26)
berkata : “Telah menjadi ijma’ ulama bahwa Aqiqah untuk bayi perempuan adalah
satu kambing.”
BOLEH AQIKAH BAYI LAKI-LAKI DENGAN SATU
KAMBING
Berdasarkan
hadist no. 4 dari Ibnu Abbas. Sebagian ulama berpendapat boleh meng Aqiqah i
bayi laki-laki dengan satu kambing yang dinukil dari perkataan Abdullah bin
‘Umar, ‘Urwah bin Zubair, Imam Malik dan lain-lain mereka semua berdalil dengan
hadist Ibnu Abbas diatas.
Tetapi
al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahulloh berkata dalam kitabnya “Fathul Bari” (9/592)
: “…..meskipun hadist riwayat Ibnu Abbas itu tsabit (shahih), tidaklah
menafikan hadist mutawatir yang menentukan dua kambing untuk bayi laki-laki.
Maksud hadist itu hanyalah untuk menunjukkan bolehnya mengAqikahi bayi
laki-laki dengan satu kambing….”
Sunnah
ini hanya berlaku untuk orang yang tidak mampu melaksanakan Aqikahdengan dua kambing.
Jika dia mampu maka sunnah yang shahih adalah laki-laki dengan dua kambing.
AQIQAH DENGAN SELAIN KAMBING TIDAK SAH AQIQAH
KECUALI DENGAN KAMBING
Telah
lewat beberapa hadist yang menerangkan keharusan menyembelih dua ekor kambing
untuk laki-laki dan satu ekor kambing untuk perempuan. Ini menandakan keharusan
untuk Aqiqah dengan kambing.
Dalam
“Fathul Bari” (9/593) al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan : “Para
ulama mengambil dalil dari penyebutan syaatun dan kabsyun (kibas, anak domba
yang telah muncul gigi gerahamnya) untuk menentukan kambing buat Aqiqah.” Menurut beliau :
“Tidak sah Aqikah seseorang yang menyembelih selain kambing”.
Sebagian
ulama berpendapat dibolehkannya Aqikah dengan unta, sapi, dan lain-lain. Tetapi
pendapat ini lemah karena :
1.
Hadist-hadist shahih yang menunjukkan keharusan Aqiqah dengan kambing semuanya
shahih, sebagaimana pembahasan sebelumnya.
2. Hadist-hadist yang mendukung pendapat dibolehkannya Aqiqah dengan selain
kambing adalah hadist yang talif saqith alias dha’if.
PERSYARATAN KAMBING AQIQAH TIDAK SAMA DENGAN
KAMBING QURBAN [IDUL ADHA]
Berdasarkan pendapat dari Imam As-Shan’ani,
Imam Syaukani, dan Iman Ibnu Hazm bahwa kambing Aqiqah tidak disyaratkan harus
mencapai umur tertentu atau harus tidak cacat sebagaimana kambing Idul Adha,
meskipun yang lebih utama adalah
yang tidak cacat.
Imam
As-Shan’ani dalam kitabnya “Subulus Salam” (4/1428) berkata : “Pada lafadz
syaatun (dalam hadist sebelumnya) menunjukkan persyaratan kambing untuk Aqiqah
tidak sama dengan hewan kurban. Adapun orang yang menyamakan persyaratannya,
mereka hanya berdalil dengan qiyas.”
Imam
Syaukhani dalam kitabnya “Nailul Authar” (6/220) berkata : “Sudah jelas bahwa
konsekuensi qiyas semacam ini akan menimbulkan suatu hukum bahwa semua
penyembelihan hukumnya sunnah, sedang sunnah adalah salah satu bentuk ibadah.
Dan saya tidak pernah mendengar seorangpun mengatakan samanya persyaratan
antara hewan kurban (Idul Adha) dengan pesta-pesta (sembelihan) lainnya. Oleh
karena itu, jelaslah bagi kita bahwa tidak ada satupun ulama yang berpendapat
dengan qiyas ini sehingga ini merupakan qiyas yang bathil.”
Imam
Ibnu Hazm dalam kitabnya “Al-Muhalla” (7/523) berkata : “Orang yang
melaksanakan Aqikah dengan kambing yang cacat, tetap sah Aqiqah nya sekalipun
cacatnya termasuk kategori yang dibolehkan dalam kurban Idul Adha ataupun yang
tidak dibolehkan. Namun lebih baik (afdhol) kalau kambing itu bebas dari
catat.”
DISUNNAHKAN MEMASAK DAGING SEMBELIHAN AQIQAH
DAN TIDAK MEMBERIKANNYA DALAM KEADAAN MENTAH
Imam
Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.43-44, berkata :
“Memasak daging Aqikah termasuk sunnah. Yang demikian itu, karena jika
dagingnya sudah dimasak maka orang-orang miskin dan tetangga (yang mendapat
bagian) tidak merasa repot lagi. Dan ini akan menambah kebaikan dan rasa syukur
terhadap nikmat tersebut. Para tetangga, anak-anak dan orang-orang miskin dapat
menyantapnya dengan gembira.
Sebab
orang yang diberi daging yang sudah masak, siap makan, dan enak rasanya. Ini
tentu rasa gembiranya lebih dibanding jika daging mentah yang masih membutuhkan
tenaga lagi untuk memasaknya.Dan pada umumnya, makanan syukuran (dibuat dalam
rangka untuk menunjukkan rasa syukur) dimasak dahulu sebelum diberikan atau
dihidangkan kepada orang lain.”
TIDAK SAH AQIQAH SESEORANG KALAU DAGING SEMBELIHANNYA
DIJUAL
Imam
Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.51-52, berkata :
“Aqiqah merupakan salah satu bentuk ibadah (taqarrub) kepada Allah Ta’ala.
Barangsiapa menjual daging sembelihannya sedikit saja maka pada hakekatnya sama
saja tidak melaksanakannya. Sebab hal itu akan mengurangi inti
penyembelihannya. Dan atas dasar itulah, maka Aqikahnya tidak lagi sesuai
dengan tuntunan syariat secara penuh sehingga Aqikahnya tidak sah. Demikian
pula jika harga dari penjualan itu digunakan untuk upah penyembelihannya atau
upah mengulitinya” [lihat pula “Al-Muwaththa” (2/502) oleh Imam Malik].
ORANG YANG
AQIQAH BOLEH MEMAKAN, BERSEDEKAH, MEMBERI MAKAN, DAN MENGHADIAHKAN DAGING KAMBING SEMBELIHANNYA,
TETAPI YANG LEBIH UTAMA JIKA SEMUA DIAMALKAN
Imam
Ibnu Qayyim rahimahullah dalam kitabnya “Tuhfathul Maudud” hal.48-49, berkata :
“Karena tidak ada dalil dari Rasulullah tentang cara penggunaan atau pembagian
dagingnya maka kita kembali ke hukum asal, yaitu seseorang yang melaksanakan
Aqiqah boleh memakannya, memberi makan dengannya. Bersedekah dengannya kepada
orang fakir miskin atau menghadiahkannya kepada teman-teman atau karib kerabat.
Akan tetapi lebih utama kalau diamalkan semuanya, karena dengan demikian akan
membuat senang teman-temannya yang ikut menikmati daging tersebut. Berbuat baik
kepada fakir miskin, dan akan memuat saling cinta antar sesama teman. Kita
memohon taufiq dan kebenaran kepada Allah Ta’ala”. [lihat pula “Al-Muwaththa”
(2/502) oleh Imam Malik].
JIKA AQIQAH BERTETAPAN DENGAN IDUL QURBAN,
MAKA TIDAK SAH KALAU MENGERJAKAN SALAH SATUNYA [SATU AMALAN DUA NIAT]
Penulis
berkata : “Dalam masalah ini pendapat yang benar adalah tidak sah menggabungkan
niat Aqiqah dengan kurban, kedua-duanya harus dikerjakan. Sebab Aqikah dan
adhiyah (kurban) adalah bentuk ibadah yang tidak sama jika ditinjau dari segi
bentuknya dan tidak ada dalil yang menjelaskan sahnya mengerjakan salah satunya
dengan niat dua amalan sekaligus. Sedangkan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Rasulullah dan Allah Ta’ala tidak pernah lupa.”
TIDAK SAH AQIQAH SESEORANG YANG BERSEDEKAH
DENGAN HARGA DAGING SEMBELIHANNYA SEKALIPUN LEBIH BANYAK
Al-Khallah
pernah berkata dalam kitabnya : “Bab Maa yustahabbu minal Aqikah wa fadhliha
‘ala ash-shadaqah” : “ Kami diberitahu Sulaiman bin Asy’ats, dia berkata Saya
mendengar Ahmad bin Hambal pernah ditanya tentang Aqikah : “Mana yang kamu
senangi, daging Aqikahnya atau memberikan harganya kepada orang lain (yakni
Aqikah kambing diganti dengan uang yang disedekahkan seharga dagingnya) ?
Beliau menjawab : “Daging Aqikahnya.”
[Dinukil dari Ibnul Qayyim dalam “Tuhfathul Maudud” hal.35 dari Al-Khallal]
ADAB MENGHADIRI JAMUAN AQIQAH
Diantara
bid’ah yang sering dikerjakan khususnya oleh ahlu ilmu adalah memberikan
ceramah yang berkaitan dengan hukum Aqikah dan adab-adabnya serta yang
berkaitan dengan masalah kelahiran ketika berkumpulnya orang banyak (undangan)
di acara Aqikahan pada hari ketujuh.
Jadi
saat undangan pada berkumpul di acara Aqiqah an, mereka membuat suatu acara
yang berisi ceramah, rangkaian do’a-do’a, dan bentuk-bentuk seperti ibadah
lainnya, yang mereka meyakini bahwa semuanya termasuk dari amalan yang baik,
padahal tidak lain hal itu adalah bid’ah, pent.
Perbuatan
semacam itu tidak pernah dicontohkan dalam sunnah yang shahih bahkan dalam
dhaif sekalipun. Dan tidak pernah pula dikerjakan oleh Salafush Shalih
rahimahumullah. Seandainya perbuatan ini baik niscaya mereka sudah terlebih
dahulu mengamalkannya daripada kita. Dan ini termasuk dalam hal bid’ah-bid’ah
lainnya yang sering dikerjakan oleh sebagian masyarakat kita dan telah masuk
sampai ke depan pintu rumah-rumah kita.
Sedangkan
yang disyariatkan disini adalah bahwa berkumpulnya kita di dalam acara Aqiqah
an hanyalah untuk menampakkan kesenangan serta menyambut kelahiran bayi dan
bukan untuk rangkaian ibadah lainnya yang dibuat-buat.
Sedang
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad . Semua kabaikan itu adalah
dengan mengikuti Salaf dan semua kejelekan ada pada bid’ahnya Khalaf.
Wallahul
Musta’an wa alaihi at-tiklaan.
DEFINISI AQIQAH
Akikah berarti menyembelih kambing pada
hari ketujuh kelahiran seseorang anak. Menurut bahasa, akikah berarti
pemotongan.[butuh rujukan] Hukumnya sunah muakkadah bagi mereka yang mampu,
bahkan sebagian ulama menyatakan wajib.
SYARIAT AQIQAH
Imam
Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkan dari Ummu Karaz Al Ka’biyah bahwa ia bertanya
kepada rasulullah tentang akikah. Dia bersabda, “Bagi anak laki-laki
disembelihkan dua ekor kambing dan bagi anak perempuan disembelihkan satu ekor,
dan tidak akan membahayakan kamu sekalian, apakah (sembelihan itu) jantan atau
betina.”
Bisa
disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing
bagi ‘Aqأqah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika
tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk ‘Aqأqah anak laki-lakinya juga
diperbolehkan dan mendapat pahala.
Kata
akikah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti ‘memutus’. Dalam
istilah, akikah berarti “menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran
seorang bayi) sebagai ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa
kelahiran seorang anak”.
Akikah
merupakan salah satu hal yang disyariatkan dalam agama islam. Dalil-dalil yang
menyatakan hal ini, di antaranya, adalah hadits Rasulullah saw, “Setiap anak
tertuntut dengan akikahnya’. Ada hadits lain yang menyatakan, “Anak laki-laki
(akikahnya dengan 2 kambing) sedang anak perempuan (akikahnya) dengan 1 ekor
kambing’. Status hukum akikah adalah sunnah.
Hal
tersebut sesuai dengan pandangan mayoritas ulama, seperti Imam Syafi’i, Imam
Ahmad dan Imam Malik, dengan berdasarkan dalil di atas. Para ulama itu tidak
sependapat dengan yang mengatakan wajib. Dengan menyatakan bahwa seandainya
akikah wajib, maka kewajiban tersebut menjadi suatu hal yang sangat diketahui
oleh agama, dan seandainya akikah wajib, maka rasulullah S.A.W juga pasti telah
menerangkan akan kewajiban tersebut.
UTAMA AQIQAH PADA HARI KE TUJUH
Mengenai
kapan akikah dilaksanakan. Rasulullah S.A.W bersabda, “Seorang anak tertahan
hingga ia diakikahi, (yaitu) yang disembelih pada hari ketujuh dari
kelahirannya dan diberi nama pada waktu itu’?. Hadits ini menerangkan bahwa
akikah mendapatkan kesunnahan jika disembelih pada hari ketujuh. Sayyidah
Aisyah ra dan Imam Ahmad berpendapat bahwa akikah bisa disembelih pada hari
ketujuh. Atau hari keempat belas ataupun hari keduapuluh satu.
Sedangkan
Imam Malik berpendapat bahwa sembelihan akikah pada hari ketujuh hanya sekadar
sunnah, jika akikah disembelih pada hari keempat, atau kedelapan ataupun
kesepuluh ataupun sesudahnya maka hal itu dibolehkan.
Menurut
hemat penulis, jika seorang ayah mampu untuk menyembelih akikah pada hari
ketujuh. Maka sebaiknya ia menyembelihnya pada hari tersebut. Namun, jika ia
tidak mampu pada hari tersebut, maka boleh baginya untuk menyembelihnya pada
waktu kapan saja. ‘Akikah anak laki-laki berbeda dengan akikah anak perempuan.
Ini
merupakan pendapat mayoritas ulama, sesuai hadits yang telah kami sampaikan di
atas. Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa akikah anak laki-laki sama dengan
akikah anak perempuan, yaitu sama-sama 1 ekor kambing. Pendapat ini berdasarkan
riwayat bahwa rasulullah S.A.W mengaqikahi Hasan dengan 1 ekor kambing, dan
Husein (keduanya adalah cucu) dengan 1 ekor kambing.
Bisa
disimpulkan bahwa jika seseorang berkemampuan untuk menyembelih 2 ekor kambing
bagi akikah anak laki-lakinya, maka sebaiknya ia melakukannya, namun jika tidak
mampu maka 1 ekor kambing untuk akikah anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan
mendapat pahala.
JUMLAH KAMBING AQIQAH
Mungkin
akan timbul pertanyaan, mengapa agama Islam membedakan antara akikah anak
laki-laki dan anak perempuan. Maka jawabannya adalah bahwa seorang muslim, ia
berserah diri sepenuhnya pada perintah Allah swt. Meskipun ia tidak tahu hikmah
akan perintah tersebut, karena akal manusia terbatas.
Barangkali
juga bisa diambil hikmahnya yaitu untuk memperlihatkan kelebihan seorang
laki-laki dari segi kekuatan jasmani, juga dari segi kepemimpinannya (qawwamah)
dalam suatu rumah tangga.
Dalam
penyembelihan akikah, banyak hal yang perlu diperhatikan. Diantaranya,
sebaiknya tidak mematahkan tulang dari sembelihan akikah tersebut, dengan
hikmah tafa’ul (berharap) akan keselamatan tubuh dan anggota badan anak
tersebut. ‘Akikah sah jika memenuhi syarat seperti syarat hewan Qurban, yaitu
tidak cacat dan memasuki usia yang telah disyaratkan oleh agama Islam.
Seperti
dalam definisi tersebut di atas. Bahwa akikah adalah menyembelihkambing pada
hari ketujuh semenjak kelahiran seorang anak, sebagai rasa syukur kepada Allah.
Tetapi boleh juga mengganti kambing dengan unta ataupun sapi dengan syarat unta
atau sapi tersebut hanya untuk satu anak saja, tidak seperti kurban yang mana
dibolehkan untuk 7 orang. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa akikah hanya
boleh dengan menggunakan kambing saja, sesuai dalil-dalil yang datang dari
Rasulullah saw.
Ada
perbedaan lain antara akikah dengan Qurban. Kalau daging Qurban dibagi-bagikan
dalam keadaan mentah, sedangkan akikah dibagi-bagikan dalam keadaan matang.
Hikmah syariat akikah yakni dengan akikah, timbullah rasa kasih sayang di
masyarakat. Karena mereka berkumpul dalam satu walimah sebagai tanda rasa
syukur kepada Allah swt.
Dengan
akikah pula, berarti bebaslah tali belenggu yang menghalangi seorang anak untuk
memberikan syafaat pada orang tuanya. Dan lebih dari itu semua, bahwasanya
akikah adalah menjalankan syiar Islam.
HIKMAH AQIQAH
Akikah
Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam
sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah di antaranya:
1.
Menghidupkan sunah Nabi Muhammad S.A.W dalam meneladani Nabiyyullah Ibrahim
alaihissalam tatkala Allah Subhanahu wa Ta’ala menebus putra Ibrahim yang
tercinta Ismail alaihissalam.
2.
Dalam akikah ini mengandung unsur
perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang
terlahir itu. Dan ini sesuai dengan makna hadis, yang artinya: “Setiap anak itu
tergadai dengan akikahnya.”. Sehingga Anak yang telah ditunaikan akikahnya
insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering mengganggu
anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah
“bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh akikahnya”.
3.
Akikah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang
tuanya kelak pada hari perhitungan. Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: “Dia
tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang tuanya (dengan akikahnya)”.
4.
Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dengan lahirnya sang anak.
5.
Akikah sebagai sarana menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari’at
Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat
Rasulullah SAW pada hari kiamat.
HIKMAH AQIQAH LAINNYA
Menurut
Drs. Zaki Ahmad dalam bukunya “Kiat Membina Anak Sholeh” disebutkan
manfaat-manfaat yang akan didapat dengan berakikah, di antaranya:
1.
Membebaskan anak dari ketergadaian.
2. Pembelaan orang tua di hari kemudian.
3. Menghindarkan anak dari musibah dan kehancuran, sebagaimana pengorbanan Nabi
Ismail dan Ibrahim.
4. Pembayaran hutang orang tua kepada anaknya.
5. Pengungkapan rasa gembira demi tegaknya Islam dan keluarnya keturunan yang
di kemudian hari akan memperbanyak umat Nabi Muhammad SAW.
6. Memperkuat tali silahturahmi di antara anggota masyarakat dalam menyambut
kedatangan anak yang baru lahir.
7. Sumber jaminan sosial dan menghapus kemiskinan di masyarakat.
8. Melepaskan bayi dari godaan setan dalam urusan dunia dan akhirat.
SYARAT AQIQAH
Hewan
dari jenis kibsy (domba putih) nan sehat umur minimal setengah tahun dan
kambing jawa minimal satu tahun. Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak
perempuan satu ekor, namun jika tidak mampu maka 1 ekor kambing untuk ‘Aqأqah
anak laki-lakinya juga diperbolehkan dan mendapat pahala.
Hewan
Sembelihan
Hewan yang dibolehkan disembelih untuk akikah adalah sama seperti hewan yang
dibolehkan disembelih untuk kurban, dari sisi usia dan kriteria.
Imam
Malik berkata: Akikah itu seperti layaknya nusuk (sembeliah denda larangan
haji) dan udhhiyah (kurban), tidak boleh dalam akikah ini hewan yang picak,
kurus, patah tulang, dan sakit. Imam Asy-Syafi’iy berkata: Dan harus dihindari
dalam hewan akikah ini cacat-cacat yang tidak diperbolehkan dalam qurban.
Ibnu
Abdul Barr berkata: Para ulama telah ijma bahwa di dalam akikah ini tidak
diperbolehkan apa yang tidak diperbolehkan di dalam udhhiyah, (harus) dari Al
Azwaj Ats Tsamaniyyah (kambing, domba, sapi dan unta), kecuali pendapat yang
ganjil yang tidak dianggap.
Namun
di dalam akikah tidak diperbolehkan patungan atau urunan sebagaimana dalam
udhhiyah. Baik kambing atau domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang
akikah dengan sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja. Dan tidak
boleh bagi tujuh orang.
WAKTU PELAKSANAAN AQIQAH
Pelaksanaan
akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran. Ini berdasarkan sabda
Nabi ‘S.A.W, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya,
disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.”
(Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At
Tirmidzi)
Dan
bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh. Maka bisa dilaksanakan pada
hari ke empat belas. Dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu. Ini
berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi S.A.W’, dia
berkata yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh,
keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy).
Namun
setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya saat sudah
mampu. Karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua
puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib. Boleh juga melaksanakannya
sebelum hari ke tujuh.
Bayi
yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan
akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia
empat bulan di dalam kandungan ibunya.
Akikah adalah syari’at
yang ditekan kepada ayah si bayi. Namun
bilaseseorang yang belum di sembelihkan hewan akikah oleh orang tuanya hingga
ia besar, maka dia bisa menyembelih akikah dari dirinya sendiri, Syaikh Shalih
Al Fauzan berkata: “…dan bila tidak diakikahi oleh ayahnya kemudian dia
mengakikahi dirinya sendiri maka hal itu tidak apa-apa.”
Komentar
Posting Komentar